
Penulis : Muhammad Alamsyah Putra Pada : 4/10/21
Mahasiswa Lebay!
Mahasiswa adalah insan yang memiliki keistimewaan dan memiliki kewenangan untuk mengkritik segala bentuk kebijakan pemerintah yang menyimpang. Ingat! Yang menyimpang!. Mahasiswa selalu dikaitkan dengan istilah agent of change. Karena mahasiswa dari dulu sudah melakukan perubahan politik dan yang paling fatal pernah menggulingkan kekuasaan penguasa.
Tahun 1908 berdirinya organisasi kepemudaan modern non kooperatif yang bernama Boedi Oetomo. Dengan tujuan memperjuangkan kemerdekaan Indonesia tanpa bekerja sama dengan pihak penjajah, Boedi Oetomo mampu menggerakkan pemuda Indonesia dengan semangat pemuda yang membara.
Tahun 1928 pemuda seluruh Indonesia berkumpul dan membentuk sebuah sumpah yang dinamakan Sumpah Pemuda. Sumpah ini sangat berpengaruh pada saat itu. Seketika jiwa nasionalisme mereka tumbuh dan bersatu membentuk kekuatan melawan penjajah lewat kecerdasan mereka. Perang menggunakan senjata bukan tren lagi. Pemuda menggunakan pers untuk menyebarkan pengaruhnya dan menguatkan jiwa nasionalisme dan semangat kemerdekaan kala itu.
Tahun 1998 adalah tahun yang paling bersejarah bagi pemuda atau mahasiswa. Dimana tahun tersebut Indonesia mengalami krisis moneter dan inflasi yang sangat tinggi yaitu sebesar 254%. Seketika harga barang menjadi naik gila-gilaan dan permintaan terhadap pasar kian menurun. Kebijakan-kebijakan pemerintah pun tidak mampu membendung inflasi yang begitu besarnya. Hingga saat itu tidak ada jalan lain selain unjuk rasa untuk menyuarakan pendapat. Mahasiswa lah orang yang tepat untuk membawa perubahan tersebut. Seluruh mahasiswa Indonesia bersatu dan melakukan demo besar-besaran yang berpusat di Jakarta. Mahasiswa menuntut beberapa hal seperti, mengadili Soeharto dan kroni-kroninya, melaksanakan amendemen UUD 1945, menghapus dwi fungsi ABRI, melaksanakan otonomi daerah seluas-luasnya, menegakkan supremasi hukum, dan menciptakan pemerintahan yang bersih dari KKN. Hal itu pun memicu keributan dan demo berujung anarkis. Pertarungan antara mahasiswa dengan aparat pun tak terelakan. Banyak terjadi penjarahan dan pemerkosaan pada waktu itu.
Peristiwa yang mengerikan tersebut berakhir ketika Presiden Soeharto memutuskan mundur dari jabatannya per 21 Mei 1998. Sampai sini paham kan betapa dahsyatnya kekuatan mahasiswa sebagai agent of change?
Ettt tapi itu dulu. Kekuasaan Soeharto yang begitu kuatnya mampu digulingkan oleh mahasiswa. Bahkan mantan Presiden Soekarno pun pernah berkata, “beri aku 1000 orang tua maka akan aku cabut Gunung Sumeru dari akarnya. Beri aku 10 pemuda maka akan aku guncangkan dunia”. Dari pernyataan tersebut sudah tidak diragukan lagi semangat para pemuda yang membara. Tetapi bagaimana dengan sekarang? Apakah bisa menyamakan dengan mahasiswa dulu? Atau hanya pansos belaka?.
Mahasiswa sekarang saya katakan lebay!. Tapi tidak semuanya. Masih ada kok mahasiswa yang mengabdikan dirinya ke masyarakat dan benar-benar memperjuangkan hak rakyat. Lalu kenapa saya bilang lebay?
Contohnya saja ketika BEM UI memberikan julukan pada Presiden Joko Widodo sebagai “The King of Lips Servise” lewat tulisan-tulisan berbentuk pamflet yang disebar melalui akun twitter BEM UI. Hal itu pun memicu pendapat pro dan kontra. Seketika Rektor UI memanggil BEM UI untuk mengadakan rapat dadakan terkait Jokowi sebagai the king of lips servise. Inti dari pemanggilan itu adalah BEM UI disuruh menghapus postingan tersebut. Tetapi BEM UI tidak menghiraukan hal tersebut dan menganggap itu adalah upaya pembungkaman yang dilakukan pemerintah lewat rektor UI. Padahal dipihak pemerintah, Presiden Jokowi sendiri yang mengatakan bahwa kritikan tersebut ia terima dan membolehkan mahasiswa menyampaikan apapun aspirasi terkait dirinya. Lalu dimana upaya pembungkaman tersebut? Apakah ada korelasinya antara pemerintah dengan rektor UI? Anggapan adanya pembungkaman itu ternyata salah besar!. Wong nyatanya mereka tidak ditangkap dan dimasukkan penjara kok. Beda dengan masanya Presiden Soeharto. Yang mana jika ada kritikan tentang dirinya, besoknya bisa hilang.
Contoh yang kedua, ketika terjadi demo besar-besaran banyak mahasiswa yang hanya ikut-ikutan dan tidak tahu-menahu apa yang sedang mereka demo kan. Tujuan mereka berdemo bukan untuk mengaspirasikan pendapat, tetapi hanya untuk pansos (panjat sosial) belaka. Hal ini 180° berbeda dengan mahasiswa zaman dulu. 1998 tepatnya. Karena minimnya pers pada saat itu menjadikan mahasiswa benar-benar demo untuk membela kepentingan rakyat semata. Sedangkan sekarang? Adanya aplikasi semacam tiktok, instagram dan whatsapp menjadikan mereka ikut berunjuk rasa hanya untuk kepentingan story saja. Contohnya ketika demo penolakan UU Omnibus Law kemarin. Banyak banget video yang memperlihatkan mereka aedang pansos dan mencari perhatian. Miris banget!.
Saya pernah berdiskusi dengan mahasiswa angkatan 2017 yang pernah mengikuti demo di Jakarta sana. Dia mengatakan bahwa ada temannya yang meminta untuk mengabadikan momen demo tersebut kemudian dijadikan story oleh temannya. Seolah-olah temannya itu juga ikut demo.
Contoh yang ketiga, mahasiswa kerap dijadikan tunggangan politikus “edan”. Mengapa saya sebut edan? Karena mereka hanya mementingkan kepentingan dirinya sendiri. Mereka tidak peduli dengan keadaan di Indonesia. Mau ada kerusuhan atau anarkis kek mereka tetap tidak peduli. Yang penting dapet jabatan!.
Ketika ada permasalahan secara agregatif atau menyeluruh yang berkaitan dengan kebijakan pemerintah, pasti politikus “edan” tersebut memanfaatkan situasi yang ada dengan menggembor-gemborkan narasi yang kontra dan bisa saja memutarbalikkan fakta. Ditambah media yang “memelintirkan” isu tersebut supaya menarik perhatian pembaca.
Ketika ada isu yang mempunyai pengaruh luas dan dirasa merugikan bagi rakyat kecil, mahasiswa pun ikut turun tangan dan membelanya melalui unjuk rasa. Keberanian yang dimiliki mahasiswa selalu mendapatkan respect yang luar biasa dari masyarakat. Padahal politikus “edan” dibelakangnya dengan senang riang gembira menonton kejadian tersebut. Hahaha. Oleh karena itu, mahasiswa tidak heran jika kerap dijadikan tunggangan politik oleh politikus yang mementingkan dirinya sendiri.
Menjadi mahasiswa bukanlah hal mudah. Tidak semua orang bisa mengemban amanah ini. Maka dari itu, jadilah mahasiswa yang bertanggung jawab, berintegritas, dan mampu berpikir dahulu sebelum bertindak. Jangan mudah dijadikan tunggangan politik oleh mereka. Pahami dulu kasus yang menimpa dan cari kebenarannya.